Temaram sore mengingatkanku pada saat dikala hanya aku dan kamu
Bersidekap kerna cahaya yang menuju ujung sendumu
Sambil sesekali kau teteskan duka yang tersembunyi dalam nyanyimu
Merobek robek kafan sang kelam yang berusaha membunuhku
Cinta kita sperti kereta malam
Berangkat gelap sampainya terang
Cerah dan guratannya semakin jelas
Dicela anak panah yang menembus ujung belati
Aku dan kamu telah tertikam bahagia
Meninggalkan ceritera rahwana menggelandang sinta
Memang senja selalu membautku lupa
Ketika melihatmu datang bersama hujan..
Tercipta ketika aku teringat kamu
Rabu, 29 Oktober 2008
Jumat, 10 Oktober 2008
"MERAPUH"
Aku merasa semakin rapuh
Bahkan untuk suatu perjalananpun
Aku semakin meragu
Aku takut
Hatiku tak pernah merasa sepi
Tapi aku malah merasa seperti onggokan daging didalam kulkas
Aku tidak membusuk….!!!!!
Membusuk atau tidak sebenarnya bukan masalah
Aku hanya tak ingin disantap
Aku tak ingin berakhir dimeja makan yang dilahap oleh tuan-tuan yang gembul
Aku lebih merasa terhormat jika dimakan anjing kerempeng yang kelaparan…..!!!!!
Atau manusia kudisan yang bahkan tak berdaging.
Aku katakan semua itu ilusi walau kau berkata “ itu nyata, teman”
Sementara bau busuk menebar keseluruh penjuru dunia,
Dan nanah yang sudah menahunpun saperti tak ingin disembuhkan
Bahkan mungkin merasa nikmat jika dicumbu dan diperkosa lalat-lalat yang barusaja mampir ditinja
Aku hanya ingat seruan Fidel Castro sang El Commandante
“…..Socialism or death…..!!”
Yang bisa membuat polisi dunia geram sambil menampakkan taring-taring tajam
Walaupun sebenarnya aku tak begitu perduli
Aku toh lebih menikmati puisi Soe Hok Gie…Mandalawangi-Pangrango…!!
Karena -kata orang- jika politik itu kotor,
Maka puisilah yang membersihkannya
Aku merasa semakin rapuh
Bahkan untuk suatu perjalananpun
Aku semakin meragu
Aku takut
Hatiku tak pernah merasa sepi
Tapi aku malah merasa seperti onggokan daging didalam kulkas
Aku tidak membusuk….!!!!!
Membusuk atau tidak sebenarnya bukan masalah
Aku hanya tak ingin disantap
Aku tak ingin berakhir dimeja makan yang dilahap oleh tuan-tuan yang gembul
Aku lebih merasa terhormat jika dimakan anjing kerempeng yang kelaparan…..!!!!!
Atau manusia kudisan yang bahkan tak berdaging.
Aku katakan semua itu ilusi walau kau berkata “ itu nyata, teman”
Sementara bau busuk menebar keseluruh penjuru dunia,
Dan nanah yang sudah menahunpun saperti tak ingin disembuhkan
Bahkan mungkin merasa nikmat jika dicumbu dan diperkosa lalat-lalat yang barusaja mampir ditinja
Aku hanya ingat seruan Fidel Castro sang El Commandante
“…..Socialism or death…..!!”
Yang bisa membuat polisi dunia geram sambil menampakkan taring-taring tajam
Walaupun sebenarnya aku tak begitu perduli
Aku toh lebih menikmati puisi Soe Hok Gie…Mandalawangi-Pangrango…!!
Karena -kata orang- jika politik itu kotor,
Maka puisilah yang membersihkannya
UNTUK PEREMPUANKU
Sudah lelah kujalani hari bersama sang waktu
Seiring putarannya yang tak pernah menentu
Selalu begitu….
Bosan mataku dengan indahnya lautan
Jenuh melihat mentari pulang pergi
Letih dengan segala kegelisahan…yang tak pernah berkesudahan
Hasrat yang terpendam dalam inti bumi kugali lagi
Kutata kembali langkah-langkah kaki (yang mulai mengendur)
Saat kusadari disisiku ada kamu
“Bukti nyata akan keindahan surgawi”
Sudah lelah kujalani hari bersama sang waktu
Seiring putarannya yang tak pernah menentu
Selalu begitu….
Bosan mataku dengan indahnya lautan
Jenuh melihat mentari pulang pergi
Letih dengan segala kegelisahan…yang tak pernah berkesudahan
Hasrat yang terpendam dalam inti bumi kugali lagi
Kutata kembali langkah-langkah kaki (yang mulai mengendur)
Saat kusadari disisiku ada kamu
“Bukti nyata akan keindahan surgawi”
PERISTIWA
Kubuat lagi tapak-tapak kaki
Diantara jerit kesakitan dan tawa cemooh
Membuka nurani, buang mimpi
Ikuti alur yang kurajut pasti
Kutemukan diriku talah terbelenggu
Naif
Dan kesadaran membuka pikiran
Akan sebuah tuntutan kebebasan
Aku tak betul-betul bebas
Meski kusadari, semua takkan berhenti disini
Dalam pekat
Selalu ada ruang untuk setitik cahaya
Meski kemarau
Selalu ada embun dipagi hari
Dan walau aku terdiam
Selalu kusimpan berjuta tanya dihati
Yang kan kucari jawabnya sendiri
Kubuat lagi tapak-tapak kaki
Diantara jerit kesakitan dan tawa cemooh
Membuka nurani, buang mimpi
Ikuti alur yang kurajut pasti
Kutemukan diriku talah terbelenggu
Naif
Dan kesadaran membuka pikiran
Akan sebuah tuntutan kebebasan
Aku tak betul-betul bebas
Meski kusadari, semua takkan berhenti disini
Dalam pekat
Selalu ada ruang untuk setitik cahaya
Meski kemarau
Selalu ada embun dipagi hari
Dan walau aku terdiam
Selalu kusimpan berjuta tanya dihati
Yang kan kucari jawabnya sendiri
KOMPENSASI
Mentari pagi seorang teman
Panasnya siang adalah inspirasi
Hembusan angin terasa sebagai sebuah sajak bijak,
Itulah kepercayaan
Dan percayalah padaku
Panasnya siang adalah inspirasi
Hembusan angin terasa sebagai sebuah sajak bijak,
Itulah kepercayaan
Dan percayalah padaku
Langganan:
Postingan (Atom)